Kamis, 16 Juli 2009
Mahasiswa STAI "Tak Gendong Kemana-Mana"
Walaupun Mbah Surip bilang bahwa dia mau gendong-gendong tapi jangan mau yang satu ini. Mahasiswa STAI TIARA jangan mau digendong dari satu yayasan ke yayasan lain. Hehehehe. Capeee deh!
Selasa, 02 Desember 2008
Wisuda Angkatan Pertama STAI Nan Tak Terlupakan
Pada tanggal 17 November 2008 lalu, angkatan pertama mahasiswa dan mahasiswi STAI melangsungkan acara wisuda, yang diselenggarakan oleh Yayasan Nur El-Qolam--yayasan pengganti Yayasan Fatahillah yang sekarang mengelola STAI TIARA. Hati para mahasiswa tentu saja senang, tapi juga merasa sedih. Senang, karena setelah bertahun-tahun belajar di STAI, akhirnya mereka lulus juga. Sedih, karena mereka tidak didampingi oleh ketua lama dan dosen-dosen lama STAI yang pernah mengajar mereka. Kabarnya, yayasan baru telah mengundang mereka semua, akan tetapi yang bisa datang hanya pak Syaiful Akib, sementara yang lain berhalangan hadir. Walaupun demikian, suasana haru dan gembira tentu saja meliputi semua yang hadir, termasuk orangtua dan wali yang hadir di situ. Bravo, wisudawan pertama! Tunjukkan pada adik-adik kelasmu bahwa belajar membutuhkan perjuangan dan kesabaran. Sabar ketika dizalimi, dan berjuang demi keadilan dan demi hak yang dimiliki. Selamat berjuang di masyarakat! Selamat mengabdikan ilmu demi keagungan Islam! Amin!
Minggu, 24 Agustus 2008
Isi Liburan Semester Genap 2008 dengan Training Internet
Tepat hari Sabtu siang tanggal 30 Agustus 2008 di STAI TIARA JAKARTA, Senat Mahasiswa akan mengadakan training Internet untuk Peningkatan Prestasi Akademik (IPPK), yang akan diisi oleh Ferry Hidayat, S.Ag. Silahkan bagi yang ingin mendaftar, pendaftaran dibuka hari ini hingga 1 hari sebelum acara berlangsung. Buruannn!
Rabu, 09 Juli 2008
Right Woman in Wrong Manners
Ada sebuah cerita lucu. Seorang dosen di kampus Islam (maksudnya, kampus yang berlingkungan Islami, dikelilingi dan menjunjung tinggi norma dan nilai-nilai Islam) masuk ke dalam kelas dan memberi kuliah untuk mahasiswa Islam (maksudnya, mahasiswa yang berasal dari, tumbuh-kembang dalam pesantren atau lembaga pendidikan yang sejenis), tapi dengan tata busana (dress code) yang secara kasatmata menunjukkan ia abai terhadap tata-busana standar Islam. Kontan saja, ia jadi obyek tertawaan dan obyek cemoohan mahasiswa tersebut. Meskipun mahasiswa tidak semuanya mengungkapkan kekesalannya dan cemoohan mereka secara vulgar dan secara langsung kepada si dosen bersangkutan, tapi dari bahasa tubuh dan bahasa muka mahasiswa setidaknya si dosen mesti sadar bahwa busana yang ia pakai telah 'mengganggu' standar tata-busana yang selama ini dianggap standar menurut ajaran Islam. Apakah bermaksud 'bertingkah nyentrik' atau 'menyulut kontroversi', tak jelas apa motivasi sebenarnya dari si dosen itu. Yang jelas adalah tingkahnya tersebut harus dikritik dan dikoreksi.
Rabu, 25 Juni 2008
Dosen 'Hadits Maudu'i" yang Luar Biasa
Ada komplain mengenai Dosen yang membimbing Matakuliah "Hadits Maudhu'i" yang diajukan kepada saya. Katanya, dosen tersebut tidak baik dalam mengajar matakuliah tersebut. Pasalnya, dosen itu hanya menyuruh mahasiswa untuk menghapal beberapa hadits dan hapalan itu harus disetorkan kepada dosen tersebut. Itu baik, karena menghapal hadits adalah konsekuensi logis dari matakuliah itu. Matakuliah Hadits mau tidak mau mengandung hapalan hadits. Tapi yang menjadi persoalan adalah jika hapalan itu tidak dilanjutkan dengan kajian ilmiah. Inilah yang membedakan antara lembaga tinggi Islam dan pesantren. Jika di pesantren hadits hanya sekadar untuk dihapal, maka di perguruan tinggi Islam, hadits itu bukan hanya untuk dihapal tapi juga untuk dikaji kandungannya secara ilmiah. Inilah hal inti yang menjadi komplain mahasiswa yang mengikuti matakuliah tersebut. Jika dosen yang bersangkutan tidak mengikutsertakan kajian ilmiah dengan hapalan hadits, maka tak adalah bedanya STAI dengan pesantren biasa.
Selasa, 24 Juni 2008
Yayasan Baru Semestinya Menjamin Kuliah Bermutu
Semestinya, pengelolaan yayasan baru atas STAI TIARA Jakarta dewasa ini memberikan harapan baru akan makin bagusnya fasilitas perkuliahan bagi semua mahasiswa, khususnya mahasiswa baru angkatan 2008. Tapi, rupanya tidak demikian. Banyak komplain mahasiswa yang kian sering diajukan mengenai adanya dosen yang tidak bisa mengajar, dosen yang punya metode mengajar yang tidak baik, dan status akreditasi yang tidak jelas, membuat suasana perkuliahan di STAI TIARA oleh yayasan baru menjadi kian tidak jelas. Harus ada langkah-langkah kongkrit yang dapat mengubah keadaan yang selama ini ada sehingga menjadi STAI yang lebih baik dari yang dikelola yayasan sebelumnya. Jika tidak, sulit diprediksi bagaimana nasib STAI TIARA di tahun-tahun mendatang. Semestinya cita-cita besar para pendiri STAI TIARA harus ditindaklanjuti dan direalisasikan segera dengan cara yang lebih baik.
Kamis, 15 November 2007
Islamisasi Ilmu-Ilmu sebagai Paradigma Utama STAI Tiara
STAI TIARA memiliki dua jurusan: Ilmu Ekonomi Syariah dan Ilmu Pendidikan Islam. Dua jurusan itu dibuat dan dibentuk dengan landasan teori 'Islamisasi Ilmu-Ilmu' yang pernah digagas oleh Ismail Razi Al-Faruqi dan Seyyed Naquib Al-Attas.
Teori 'Islamisasi Ilmu-Ilmu' menegaskan bahwa di zaman sekarang telah terjadi apa yang disebut 'sekularisasi ilmu-ilmu'. Ilmu-ilmu diimpor dari Dunia Barat Modern yang telah disekulerkan, dalam artian, dipisahkan antara Tuhan dan Manusia, antara hal-hal rohani dan hal-hal fisik, antara roh dan materi. Manusia Barat beraliran Modernisme menganut paham bahwa hal-hal rohani tidak dapat diukur dengan ukuran manusia, dan karena itu, manusia tidak perlu lagi memikirkan hal-hal yang tidak dapat diukur. Urusan ukur-mengukur jiwa diserahkan saja kepada Tuhan. Manusia Modern tidak mau lagi mengurusi urusan rohani, tapi hanya mau mengurusi urusan yang dapat diukur dengan indera, mengurusi hal-hal yang dapat ditangkap panca-indera. Akibat dari pandangan ini, segala ilmu-ilmu keagamaan (maksudnya, ilmu-ilmu agama Kristen) yang dulunya dipelajari di Abad Pertengahan (the Middle Ages), kini dibuang di Abad Modern (the Modern Age).
Ilmu-Ilmu Barat Modern yang sekuler itu disebarluaskan oleh orang Barat Modern ke seluruh dunia, hingga ke Dunia Islam. Akibatnya, semua buku-buku pelajaran di sekolah umum yang dihadiri banyak anak-anak muda Muslim dipenuhi dengan ajaran-ajaran sekuler ini. Kondisi seperti ini disadari oleh Seyyed Naquib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi. Mereka berdua menawarkan 'obat mujarab' untuk menghentikan sekularisasi ilmu-ilmu Barat, yang disebut dengan 'Islamisasi Ilmu-Ilmu' itu. Maksudnya, segala ilmu-ilmu Barat Modern yang telah diserap oleh lembaga pendidikan Muslim di seluruh dunia harus 'diislamkan-kembali'.
Hasil dari pikiran mereka berdua adalah lahirnya ilmu-ilmu pengetahuan yang terislamkan, seperti 'Perbankan Islam', 'Ekonomi Islam', 'Akuntansi Islam', 'Sosiologi Islam', 'Antropologi Islam', 'Ilmu Pendidikan Islam', dan lain-lain.
STAI TIARA mencoba mengembangkan pikiran kedua filosof Muslim tersebut dengan membuka dua jurusan: 'Ekonomi Islam' dan 'Ilmu Pendidikan Islam'.
Teori 'Islamisasi Ilmu-Ilmu' menegaskan bahwa di zaman sekarang telah terjadi apa yang disebut 'sekularisasi ilmu-ilmu'. Ilmu-ilmu diimpor dari Dunia Barat Modern yang telah disekulerkan, dalam artian, dipisahkan antara Tuhan dan Manusia, antara hal-hal rohani dan hal-hal fisik, antara roh dan materi. Manusia Barat beraliran Modernisme menganut paham bahwa hal-hal rohani tidak dapat diukur dengan ukuran manusia, dan karena itu, manusia tidak perlu lagi memikirkan hal-hal yang tidak dapat diukur. Urusan ukur-mengukur jiwa diserahkan saja kepada Tuhan. Manusia Modern tidak mau lagi mengurusi urusan rohani, tapi hanya mau mengurusi urusan yang dapat diukur dengan indera, mengurusi hal-hal yang dapat ditangkap panca-indera. Akibat dari pandangan ini, segala ilmu-ilmu keagamaan (maksudnya, ilmu-ilmu agama Kristen) yang dulunya dipelajari di Abad Pertengahan (the Middle Ages), kini dibuang di Abad Modern (the Modern Age).
Ilmu-Ilmu Barat Modern yang sekuler itu disebarluaskan oleh orang Barat Modern ke seluruh dunia, hingga ke Dunia Islam. Akibatnya, semua buku-buku pelajaran di sekolah umum yang dihadiri banyak anak-anak muda Muslim dipenuhi dengan ajaran-ajaran sekuler ini. Kondisi seperti ini disadari oleh Seyyed Naquib Al-Attas dan Ismail Raji Al-Faruqi. Mereka berdua menawarkan 'obat mujarab' untuk menghentikan sekularisasi ilmu-ilmu Barat, yang disebut dengan 'Islamisasi Ilmu-Ilmu' itu. Maksudnya, segala ilmu-ilmu Barat Modern yang telah diserap oleh lembaga pendidikan Muslim di seluruh dunia harus 'diislamkan-kembali'.
Hasil dari pikiran mereka berdua adalah lahirnya ilmu-ilmu pengetahuan yang terislamkan, seperti 'Perbankan Islam', 'Ekonomi Islam', 'Akuntansi Islam', 'Sosiologi Islam', 'Antropologi Islam', 'Ilmu Pendidikan Islam', dan lain-lain.
STAI TIARA mencoba mengembangkan pikiran kedua filosof Muslim tersebut dengan membuka dua jurusan: 'Ekonomi Islam' dan 'Ilmu Pendidikan Islam'.
Langganan:
Postingan (Atom)